Pemerintah
baru saja mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada Jumat malam. Namun
demikian, keputusan pemerintah tersebut dinilai warga tidak tepat. Sholihan,
warga Cileungsi Bogor mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi yang bertepatan
dengan tahun ajaran baru sekolah dan menjelang ramadhan memberatkan warga.
Sebab, kata dia, di saat semua orang sedang membutuhkan banyak biaya untuk
keperluan anak sekolah, pemerintah justru makin memberatkan dengan keputusan
menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Timingnya
sangat tidak tepat,” ujar dia yang sehari-hari berdagang sembako di rumahnya
ini. Dia menyebut, dalam seminggu terakhir, saat harga BBM belum naik saja
semua harga kebutuhan pokok sudah ikut naik karena menjelang bulan puasa.
Seperti harga telur ayam, kata dia, sudah mengalami kenaikan sebesar Rp 1.500
per kilogramnya. Sholihan sendiri bulan
ini harus merogoh kocek dalam-dalam demi membiayai dua anaknya yang akan masuk
ke jenjang SMP dan perguruan tinggi. Seperti diketahui, harga BBM subsidi
ditetapkan naik mulai hari ini, Sabtu. Untuk bensin premium kini harganya
menjadi Rp 6.500 per liter, sementara solar Rp 5.500 per liter.
Daya
beli barang pekerja pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
mengalami penurunan sekitar 30 persen. Hal ini tentu saja akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi di akhir tahun . Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan masyarakat sangat terbebani dengan
kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. “Dampaknya sangat signifikan terhadap
daya beli pekerja yang turun sebesar 30 persen,” kata Said saat konferensi pers
di Jakarta, Sabtu. Said menambahkan perhitungan penurunan daya beli masyarakat
sebesar 30 persen diperoleh dari perbandingan antara besaran pengeluaran dan
besaran kenaikan upah buruh. Seperti diketahui, tahun lalu buruh mengalami
kenaikan upah sekitar Rp 500.000 hingga Rp 800.000 per bulan . Rata-rata
kenaikan upah buruh tersebut mencapai Rp 600.000 per bulan. Sementara itu,
pengeluaran upah yang meningkat antara lain sewa rumah, ongkos transportasi,
hingga belanja. “Jika dibandingkan pengeluaran per bulan dengan besaran
kenaikan upah rata-rata menjadi sekitar 30 persen, malah lebih,”
tambahnya. Dengan kondisi itu, Said
meminta upah buruh bisa dinaikkan sebesar 50 persen untuk bisa mengembalikan
daya beli masyarakat yang menurun tadi. Besaran kenaikan upah sebesar 50 persen
ini diperoleh dari pengembalian daya beli masyarakat (30 persen), inflasi 10
persen, pertumbuhan ekonomi (6,2 persen) dan kinerja (4 persen), sehingga
totalnya sekitar 50 persen. ”Kami sejak awal menolak kenaikan harga BBM
bersubsidi. Tapi karena ini sudah terjadi, maka kami meminta kenaikan upah 50 persen
untuk bisa mengembalikan daya beli barang masyarakat yang turun 30 persen,”
tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar