Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut.
pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Baker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Globalisasi dan budaya
globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang secara cepat, hal ini tentunya di pengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita, namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti indonesia. mereka yang memiliki dan mampu menggerakan komunikasi internasional justru negara-negara maju.
terkait dengan seni budaya, sorang penulis asal kenya bernama ngugi wa thiong'o menyebutkan bahwa perilaku dunia barat, khususnya amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehinga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari identitas budaya nasionalnya.
Globalisasi dalam kebudayaan tradisional di indonesia
terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang di anut oleh masyarakat ataupun presepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. atau kebudayaan juga dapat di definisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pemikiran.
Globalisasi : persebaran budaya dunia
Globalisasi secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan perkembangannya teknologi komunikasi. Kontak budaya tidak perlu melalui kontak fisik karena kontak melalui media telah memungkinkan. Karena kontak ini tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat massal yang melibatkan sejumlah orang besar (Josep Klapper,1990). Karena itu, tidak mengherankan bila globalisasi berjalan dengan cepat dan massal, sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi modern, mulai bermunculan portable radio, televisi, televisisatelit, dan kemudian internet. Keunggulan media massa, baik cetak maupun elektronik, adalah bahwa media tersebut mampu menyuguhkan gambar-gambar secara jelas dan terperinci kepara para pemakainya.
Terkait dengan globalisasi, mitos yang hidup selama ini te ntang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Anggapan atau jalan diatas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna.
Perubahan budaya dalam globalisasi ; kesenian yang bertahan dan yang tersisihkan
Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukkan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.
Kesenian rakyat dalam orientasi globalisasi
Pada era globalisasi saat ini, eksistensi atau keberadaan kesenian rakyat berada pada titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan-tekanan baik dari pengaruh luar maupun dalam. Tekanan dari pengaruh luar terhadap kesenian rakyat ini dapat dilihat dari pengaruh berbagai karya-karya kesenian populer dan juga karya-karya kesenian yang lebih modern lagi yang dikenal dengan budaya pop. Kesenian-kesenian populer tersebut lebih mempunyai keleluasaan dan kemudahan-kemudahan dalam berbagai komunikasi baik secara alamiah maupun teknologi, sehingga hal ini memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Selain itu, aparat pemerintah nampaknya lebih mengutamakan atau memprioritaskan segi keuntungan ekonomis (bisnis) ketimbang segi budayanya, sehingga kesenian rakyat semakin tertekan lagi.
Kebanyakan hal tersebut (kesenian tradisional) ini tidak dapat bangun lagi karena kerasnya daya saing dengan kesenian-kesenian yang sangat modern. Sementara itu pemerintah hampir tidak perduli lagi dengan keadaan kesenian tradisional di daerah. Hal ini, bisa saja disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi yang dikaitkan dengan konsep-konsep dasar pembangunan di bidang kesenian yang penekanannya dan intinya melestarikan dan mengembangkan kesenian yang bertaraf dengan kecenderungan universal. Sehingga, kesenian-kesenian yang ada sekarang ini dapat dianggap tidak sesuai dengan objek-objek dan tujuan dari pembangunan yang sedang dijalankannya ini. Dengan kata lain, bahwa keaslian dari suatu kesenian yang dipandang belum dapat dibanggakan sebagai bukti keberhasilan suatu pembangunan di daerahnya.
Peran pemerintah dalam kesenian rakyat
Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, dimana banyaknya camput tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan.
Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar